Rabu, 24 November 2010

3. WARGA NEGARA DAN NEGARA

WARGA NEGARA
Warga negara diartikan sebagai orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara karena warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta darisuatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab. Sedangkan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik disebut kewarganegaraan. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’.
Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah. Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu.
Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan.
Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya.
Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.
Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja.
Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan.
Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’.
Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.
NEGARA
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Pengertian Negara Menurut Para Ahli
Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
H.J Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secarah sah, lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan.
Prof. Miriam Budiarjo
Negara adalah organisasi yang dalam satu wilayah dapat melaksanakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
Secara umum Negara di artikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu yang mempunyai pemerintah yang berdaulat.
Sifat-Sifat Negara
Sifat memaksa agar peratura perundang-undangan di taati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapi serta timbulnya anarki dicegah. Maka negara memiliki sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara lega.
Sifat Monopoli : Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran ke percayaan atau aliran politik tertentu di kurangi hidup dan disebarluaskan oleh karena dianggap bertentang dengan tujuan masyarkat.
Sifat mencakup semua (all encompassing, all embracing). Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.
Unsur-unsur Negara.
PendidikanPenduduk negara adalah semua orang yang pada suatu wktu mendiami wilayah negara mereka secara sosiologi lazim disebut rakyat dari negara itu. Rakyat dalam huungan ini diartikan sebagai sekumpuan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Ditinjau dari segi hukum, rakyat merupakan warga negara suatu negara. Waraga negara adalah seluruh indiidu yang mempunyai ikatan hukum dengan suatu negara tertentu.
Menurut hukum international, tiap-tiap negara berhak untuk menetapkan sediri siap yang akan menjadi warga negaranya. Ada dua azas yang biasanya dipakai dalam penetuan kewarganegaraan yaitu :
Asas ius soli (law of the soil) menentukan warga negaranya berdasarkan tempat tinggalnya, dalam arti siapapun yang bertempat tinggal disuatu negara adlah warga negara tersebut.
Asas Ius sanguinis (law of the blood) menentukan warga negara berdasarkan pertalian darah, dalam arti siapapun seorang anak kandung (yang sedrah seketurunan dilahirkan oleh seoran gwarga negara ternentu. Maka anak tersebut juga dianggap wrga negara yang bersangkutan.
Wilayah
Wilayah adalah landasan materiil atau landasan fisik negara. Negara in concerto juga tidak dapat diboyangkan tanpa landasan fisik ini. Luas wilayah negara ditentuka oleh perbatasan-perbatasannya dan didalam batas-batas itu negara menjalankan yuridiksi teritorial atas orang dan benda yang berada di dalam wilyah itu, kecuali beberapa orang dan benda yang di bebaskan dari yuridiksi itu.
Wilayah dalam hubungan ini dimaksudkan bukan hanya wilayah geografis atau wilayah dalam arti sempit, tetapi terutama wilyah dalam arti hukum atau wilayah dalam arti yang luas. Wilayah hukum atau willayah dalam arti luas ini merupakan wilayah diatas mana dilaksanakannya yuridiksi negara dan meliputi baik wilayah geografis maupun udara di atas wilayah itu meliputi baik wilyah geografis maupun udara diatas wilyaha itu sampai tinggi yang tidak terbatas (menurut asas usque ad coelum) dlam laut disekitar pantai itu yaitu apa yang disebut laut teritorial. Dalam batas “wilayah dalam arti yang luas ini negara menjalankan kedaulatan teritorialnya.
Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang menatur dan memimpin negara. Tanpa pemerintah tidak mungkin negara itu berjalan dengan baik. Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauanm mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Pemerintah yang menetapkan menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adlah badan yang mengatur urusan sehari-hari yang menjalankan tujuan-tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteran bersama.
Fungsi Negara
Menurut John Locke,fungsi Negara ada tiga yaitu fungsi legislative, fungsi eksekutif dan fungsi federaitf.
1. Fungsi legislative ialah fungsi untuk membentuk undang-undang atau peraturan
2. Fungsi eksekutif adalah fungsi untuk melaksanakan undang-undang atau peraturan.
3. Fungsi federative adalah fungsi untuk hubungan luar negeri.
Menurut Montesiqeiu
Ada tiga yakni fungsi legislative, eksekutif dan yudikatif
1. Fungsi legislatif adalah fungsi membentuk undang-undang
2. Fungsi eksekutif adalah fungsi membentuk undang-undang
3. Fungsi yudikatif adalah fungsi mengawasai pelaksanaan undang-undang
Menurut Charles E Merriam
Fungsi Negara meliputi : Keamanan eksternal, keamanan internal, keadilan, kesehjateraan umum dan kebebasan.
Bentuk-bentuk negara dan pemerintahan
Bentuk Negara
Negara kesatuan : Suatu negara yang mereka dan berdaulat, yang berkuasa satu pemerintah pusat yang menatur seluruh daerah secara totalitas. Bentuk negara ini tidak terdiri atas beberapa negara, yang menggabungkan diri sedemikian rupa hingga menjadi satu negara yang negara-negara itu mempunya status bagian-bagian. Negara Kesatuan dapat berbentuk :
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, dimana segala sesuatu dalam negara itu langsung diatur dan diurs oleh pemeintah pusat dan daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah swatantra.
Negara Serikat (Federasi) : Suatu negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara yang menjadi negara-negara bagian dari negara serikat itu. Negara-negara bagian itu asala mulanya adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan diri dengan negara serikat, berarti ia telah melepaskan sebagian kekuasaanna dengan menyerahkan kepada negara serikat itu. Kekuasaan yang diserahkan itu disebutkan satu demi satu (limiatif) yang merupakan delegated powers (kekuasaan yang didelegasikan).
Kekuasaan Asli ada pada negara bagian karena berhbungan langsung dengan rakyatnya. Penyerahan kekuasaannya kepada negara serikat adlah hal-hal yang berhubungan dengan hubungan luar negeri. Pertahanan Negara, Keuangan, dan urusan Pos. Dapat juga diartikan bahwa bidang kegiatan pemerintah federasi adalah urusan-urusan selebihnya dari pemerintah negara-negara bagian (residuary powers).
Bentuk Pemerintahan
Kerjaan (Monarki) adalah suatu negara yang kepala negaranya adalah seorang Raja, Sultan, atau Kaisar dan Ratu. Kepala negara diangkat (dinobatkan) secara turun-temurun dengan memilih putera/puteri tertua (sesuai dengan budaya setempat) dari isteri yang sah (permaisuri)
Ada beberapa macam kerjaan (Monarki)
Monarki Mutlak, yaitu seluruh kekuasan negara berada di tangan rajam yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang tidak terbatas, yang mutlak. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak negara adalah Kehendak Rja (I’etat c’est moi)
Monarki Konstitusional yaitu suatu monarki, dimana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu konstitusi (undang-undang dasar) raja tidak boleh b erbuat sesuatu yang bertentangan dengan Konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan harus sesuai dengan kontitusi
Monarki palementer yaitu suatu monarki, dimana terdapat perlemen terhadap badan mana paramentri bai perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung ajawab sepenuhnya dalam system perlemen, raja , kepala Negara itu merupakan lambing kesatuan Negara yang tidak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong) yang bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah menteri baik bersama-sama untuk keseluruhan maupun seorangan untuk porto polionya sendiri(system tanggung jawab (menteri)
Yang dimaksud dengan republic adalah Negara dimana kepala negaranya seorang presiden republic dapat kita bedakan dalam 2 bentuk yaitu serikat dan kesatuan seperti juga dalam Negara kerajaan Negara rebuplik juga dapat memiliki perdana menteri (PM) yang sudah barang tentu presideng terpilih tidak lebih dari seorang symbol kecuali system pemerintahannya memberikan posisi dominant kepada presiden yaitu dengan jalan tidak dapat dijatuhkan presiden oleh mosi tidak percaya parlemen hal ini dicantumkan oleh kontitusi Negara tersebut :
Sama hal nya monarki republik itu dapat dibagi menjadi:
Republik mutlak (absolute)
Republik konstitusi
Repulik parlemen
Aristoteles , filosofi klasik tunani ternama membagi Negara dalam bentuk pemerintahnya sebagai berikut.
Monarki :pimpinan (pemerintah)tertinggi negara terletak ditangan satu orang (mono : satu archein : pemerintah).
ologarki : pimpinan (pemerintah ) Negara terletak dalam tangan beberapa orang biasa nya daro kalangan golongan fendal , golonga yang berkuasa).
demokrasi : pimpinan (pemeriontah) tertinggi Negara terletak ditangan rakyat (demos : rakyat).

Rabu, 20 Oktober 2010

Individu keluarga dan masyarakat

Individu berasal dari berasal dari bahasa latin, indivuduum yang artinya yang tak terbagi, dan merupakan kesatuan yang tak terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan.
Dalam bertingkah laku menurut pola pribadi suatu individu terdapat tiga macam kemungkinan:
1. Menyimpang dari norma kolektif
2. Kehilangan individualitas
3. Mempengaruhi masyarakat
Pertumbuhan Individu
Terdapat tiga aliran konsep pertumbuhan yaitu:
1) Aliran asosiasi: pertumbuhan merupakan suatu proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara bertahap karena pengaruh baik dari pengalaman luar melalui panca indra yang menimbulkan senssation maupun pengalaman dalam mengenal batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
2) Aliran psikologi gestalt: pertumbuhan adalah proses diferensiasi yaitu proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu. Pertama mengenal secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian demi bagiandari lingkungan yang ada.
3) Aliran sosiologi: pertumbuhan merupakan proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial dan social kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi kedalam tiga golongan
1) Pendirian navistik
Pertumbuhan individu ditentukan oleh factor yang dibawa sejak lahir.
2) Pendirian empiristik dan environmentalistik
Pertumbuhan individu tergantung pada lingkungan
3) Pendirian konvergensi dan interaksionisme
Pertumbuhan individu ditentukan oleh interaksi dasar (factor yang dibawa sejak lahir) dan lingkungannya.
II. Keluarga
Keluarga merupakan unit satuan masyarakat terkecil sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
Menurut Sigmund Freud, keluarga terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Sedangkan menurut Durkhem, keluarga adalah lembaga social sebagai hasil factor-faktor politik, ekonomi, dan lingkungan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan atau kelompok orang yang mempunyai hubungan darah dan perkawinan. Terdiri dari:
• Keluarga nuklir/inti/batih (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
• Keluarga tua (extended family)
Keluarga kekerabatan yang terdiri dari 3 atau 4 keluarga batih yang terikat oleh hubungan orang tua anak atau saudara kandung oleh suatu tempat tinggal bersama yang besar.
• Keluarga
Individu tersebut merupakan orang tua.
• Keluarga
Individu tersebut merupakan salah satu keturunan.
Fungsi keluarga secara umum menurut Munandar Soelaeman adalah:
1. Pengatur seksual
William J. Goode (1983) menyusun jenis-jenis penyimpangan social dalam pengaturan seksual menurut ketidak seimbangan dalam struktur sosial, yaitu:
? Hidup bersama atas dasar suka sama suka (kumpul kebo).
? Pergundikan
? Hubungan seorang bangsawan dengan gundiknya (jaman praindustri masyarakat barat) atau Raja dengan Selir.
? Melahirkan anak pada masa tunangan.
? Perzinahan, sang lelaki sudah menikah ataupun sang wanita sudah menikah.
? Kehidupan bersama seorang yang bertarak (celibate, pastoral, biarawan, menahan hawa nafsu) dengan orang lain yang juga hidup bertarak atau yang tidak bertarak.
? Perzinahan, kedua-duanya telah menikah.
? Kehidupan bersama wanita yang berkasta tinggi dengan lelaki berkasta rendah.
? Incest (hubungan seksual dalamsatu keluarga), saudara lelaki dengan saudara perempuan, bapak dengan anak perempuan, ibu dengan anak lelaki..
2. Reproduksi
3. Sosialisasi
4. Pemeliharaan
5. Penempatan anak didalam masyarakat
6. Pemuas kebutuhan perorangan
7. Kontrol sosial
Menurut H. Abu Ahmadi
1) Fungsi Biologis
2) Fungsi Pemeliharaan
3) FungsiEkonomi
4) Fungsi Keagamaan
5) Fungsi Sosial
Menurut Soewaryo Wangsanegara
1) Pembentukan kepribadian
2) Alat reproduksi
3) Merupakan eksponer dari kebudayaan masyarakat
4) Lembaga perkumpulan perekonomian
5) Pusat pengasuhan dan pendidikan
Peristiwa terputusnya sistem keluarga, menurut William J, Goode (1983), dapat mengakibatkan terpecahnya suatu unit keluarga. Beberapa macam utama kekacauan keluarga:
1) Ketidaksahan, unit keluarga yang tidak lengkap
2) Pembatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan
3) Keluarga selaput kosong
4) Ketiadaan salah satu pasangan karena hal yang tidak diinginkan
5) Kegagalan peran penting yang tidak diinginkan
III. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang tinggal di tempat tertentu dan memiliki adap serta budaya.
7 unsur kebudayaan:
1. bahasa
2. sistem pengetahuan
3. organisasi social
4. sistem peralatan hidup dan teknologi
5. sistem mata pencarian
6. sistem religi
7. kesenian
Interaksi Antara Individu, Keluarga Dan Masyarakat
Seorang individu barulah individu apabila pola prilakunya yang khas dirinya diproyeksikan pada suatu lingkungan social yang disebut masyarakat.
Gambaran mengenai relasi individu dengan lingkungan sosialnya:
a) relasi individu dengan dirinya
b) relasi individu dengan keluarga
c) relasi individu denganlembaga
d) relasi individu dengan komunitas
e) relasi individu dengan masyarakat
f) relasi individu dengan nasional

sumber: http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/individu-keluarga-dan-masyarakat

Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan

Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
  • Orang yang tinggal di daerah tersebut
  • Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.
Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal.
Beberapa pengamat masyarakat percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk bumi, yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat menyebabkan katastrofi Malthus. Beberapa menyangkal pendapat ini. Grafik berikut menunjukkan kenaikan logistik penduduk.
Negara-negara kecil biasanya memiliki kepadatan penduduk tertinggi, di antaranya: Monako, Singapura, Vatikan, dan Malta. Di antara negara besar yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah Jepang dan Bangladesh.

Piramida penduduk

Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara atau wilayah tertentu dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk. Grafik ini berbentuk segitiga, dimana jumlah penduduk pada sumbu X, sedang kelompok usia (cohort) pada sumbu Y. Penduduk lak-laki ditunjukkan pada bagian kiri sumbu vertikal, sedang penduduk perempuan di bagian kanan.
Piramida penduduk menggambarkan perkembangan penduduk dalam kurun waktu tertentu. Negara atau daerah dengan angka kematian bayi yang rendah dan memiliki usia harapan hidup tinggi, bentuk piramida penduduknya hampir menyerupai kotak, karena mayoritas penduduknya hidup hingga usia tua. Sebaliknya yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia harapan hidup rendah, piramida penduduknya berbentuk menyerupai genta (lebar di tengah), yang menggambarkan tingginya angka kematian bayi dan tingginya risiko kematian.
Banyaknya kematian yang dikelompokkan menurut jenis kelamin tertentu per seribu penduduk dalam jenis kelamin yang sama
Angka kematian khusus perempuan : jumlah kematian perempuan perseribu perempuan pada pertengahan tahun.
Angka kematian khusus laki-laki : jumlah kematian laki-laki per seribu pria pada pertengahan tahun
(CRUDE DEATH RATE) banyaknya kematian per 1000 penduduk dalam satu tahun di wilayah tertentu. Angka kematian kasar merupakan ratio kematian selama satu tahun dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, angka ini merupakan bentuk angka kematian yang paling kasar dibandingkan dengan angka kematian untuk seluruh penduduk tanpa membedakan karakteristik penduduk yang bersangkutan, misal: jenis kelamin


PERKEMBANGAN KEBUDAYAAAN
pengertian : adalah hasi budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
menurut E.B taylor :  kompilasi atau jalinan keseluruhan kenyataan dan kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat
dalam pandangan sosiologi , kebudayaan meliputi : kebudayaan material(berwujud barang), kebudayaan nonmaterial(berwujud kebiasaan)
B. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN
pada akhirnya terdapat konsepsi tentang kebudayaan manusia yang memberi gambaran bahwa hanya manusia saja yang mampu berkebudayaan/menghasilkan kebudayaan dan sebaliknya tak ada ebudayaan tanpa manusia.
C. HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN KEBUDAYAAN
- Masyarakat tdk dapat dipisahkan dengan manusia karena hanya manusia yang hidup bermasyarakat.
- dimana orang bermasyarakat akan timbul kebudayaan
- manusia , masyarakat dan kebudayaan merupakan kesatuan uth karena dari 3 unsur inilah kehiduap sosial berlangsung
D. WUJUD KEBUDAYAAN MENURUT KOENTJARANINGRAT
1. ide, gagasan , nilai nilai, norma praturan
2. kelakuan berpola manusia dalam masyarakat
3. hasil karya manusia
IV. PRANATA PRANATA DAN INSTITUSIONALISASI
A.PRANATA
adalah sistem tat kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas2 untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dlm masy’ maka dibuat norma2 dalam masyarakat , yaitu :
1. cara : suatu perbuatan individu dengan individu lainnya dalam hubungn masyarakat
ex : cara orang minum
2. kebiasaan : perbuatan yang dilakukan berulang ulang
ex : menghormati orang yang lebih tua
3. tata kelakuan (mores) : kebiasaan2 yang ada dalam masyarakat yang diterima sebagai nama nama oengatur dalam masyaraat itu
4. adat kebiasaan (custom) : terjadi tata kelakuan yang kuat intregrasinya dgn pola perikelakuan masyarakat
ex : hukum adat di lampung yang melarang bercerai antara suami dan istri
PRANATA SOSIAL (INSTITUSI) DAN ASOSIASI
insititusi : bentuk2 aturan ,prosedur atau sistem , ex : institusi keluarga(perkawinan ,warisan,dll)
asosiasi : persekutuan atau grup yang terorganisir, ex : keluarga , negara, serikat,dan buruh
B. INSTITUSIONALISASI (PERLEMBAGAAN)
- merupakan proses perkembangan dari lembaga lembaga
- menurut SOEJONO SOEKANTO : proses dimana unsur norma menjadi bagian dari suatu lembaga. dengan demiian , unsur norma merupakan unsur dasar dari suatu lembaga
- institusionalisasi belum memiliki unsur unsur sistem sosial yang sempurna sebagaimana terdapat di dalam institusi(lembaga)
- proses ini terjadi jika suatu kelompok memutuskan bahwa seperangkat norma tertentu dianggap sangat penting bagi bagi kelangsungan hidupnya
HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN
Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
jadi kesimpulannya penduduk masyarakat dan kebudayaan sangat melekat di kehidupan sehari” sebagaimana kita sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan .. dan kita hidup dari kebudayaan kita masing”



Selasa, 21 September 2010

Hobi yang sudah mendarah daging

Hobi yang sudah mendarah daging yang dimaksud itu adalah basket, karena basket bisa mengeluarkan keringat (sedikit bodoh tapi gapapa)